Dosen Peraih Beasiswa Google: Mengajar Android untuk Mengabdi

Apa yang paling membahagiakan buat seorang dosen? “Lihat mahasiswanya sukses,” tutur Sugiarto Cokrowibowo, dosen peraih Google Android Scholarship 2018. Untuk itu, pengajar Universitas Sulawesi Barat ini tak lelah mengajar semua teori dan practical skills yang pernah ia dapat, termasuk dari kelas Menjadi Android Developer Expert. “Sangat membantu mahasiswa,” ujarnya.

Materi Kelas MADE Menjawab Kebutuhan Industri

Di kampus sudah ada kurikulum standar yang digunakan sebagai materi. Namun Sugiarto mengaku sulit kalau hanya mengandalkan kurikulum untuk mengajar. Apa pasal? Kebutuhan industri digital berkembang sangat cepat. Alhasil, kerap timbul kesenjangan antara kurikulum dengan kebutuhan industri.

“Pelatihan yang saya dapatkan (di kelas MADE) membantu menutup gap itu,” ungkap pria kelahiran Palopo 32 tahun silam. Menurutnya Dicoding sangat dekat dengan industri, sehingga materi yang disajikan pun selalu yang ter-update.

💻 Mulai Belajar Pemrograman

Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.

Daftar Sekarang

Mengajar untuk Mengabdi  

Sugiarto menekuni coding sejak jenjang pendidikan S2-nya di Teknik Informatika. Sebelumnya, S1-nya di jurusan Ilmu Matematika. Ke depan, ia ingin mendalami Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan, bidang yang menurutnya jadi kunci masa depan.  

Soal passion, kecintaannya pada mengajar tak terbatas di dinding kampus saja. Sugiarto juga mengajar anak SMK dalam bentuk pengabdian masyarakat   Tahun lalu pria yang besar di Polewali Mandar, Sulawesi Barat ini mengikuti Indonesia Android Kejar (IAK), sebuah program pelatihan yang diadakan Google. Ia berperan sebagai fasilitator yang mendampingi anak-anak kuliah dan SMK di Majene belajar dasar-dasar pemrograman Android. 

Melanjutkan pengabdiannya, tahun ini ia ingin kembali mengikuti program Google Developers Kejar 2018 sebagai fasilitator.  Dengan program ini, bersama Dicoding, fasilitator dan peserta belajar mengembangkan aplikasi Android dengan menggunakan Kotlin sebagai bahasa pemrograman kelas satu. Mereka yang terpilih akan mendapatkan beasiswa untuk belajar di kelas Kotlin Android Developer Expert di Dicoding Academy. 

Mengenal Dicoding Lewat Teman

Dari komunitas Sugiarto mengenal Dicoding lewat teman yang sudah lebih dulu jadi member. Selesai tugas fasilitatornya, barulah Sugiarto mendaftar program 1,000 Beasiswa Android Google untuk Dosen dan Mahasiswa.

“Alhamdulillah keterima. Di kelas MADE, tinggal 1 % lagi selesai. Ini saya masih ngoding untuk menyelesaikan submission yang ke-5,” ujarnya optimis. Menurutnya materi MADE tidak terlampau sulit, namun hanya perlu waktu untuk merampungkan semua tugasnya. Lebih lanjut, ia beropini kelebihan lain dari kelas ini adalah materi dalam bahasa Indonesia. Sebelum di Dicoding Sugiarto sempat mengambil kelas online di tempat lain, namun kerap terganjal karena bahasa pengantarnya -bahasa Inggris- “cukup kompleks,” ujarnya.

Tentang Mahasiswa Milenial

Sugiarto berpendapat bahwa upgrade ilmu sangatlah penting untuk mengajar anak-anak milenial. “Karakteristik mereka sangat update informasi terbaru di bidang IT. Saya tak boleh kalah cepat.”

Gaya mendidik mahasiswa milenial itu “Berbeda dengan jaman saya.  Dulu dosen itu ya galak-galak. Ini itu harus dikerjakan. Kalau sekarang tidak bisa. Saya mesti pakai pendekatan persuasif. Saya datengin ke mejanya satu satu,” aku Sugiarto.

Kurang Fasilitas Tak Menyurutkan Semangat Belajar

Di kampus ia membawakan mata kuliah pemrograman mobile dan pemrograman berorientasi objek ke total 150 orang mahasiswanya. Sugiarto kerap mengajak mereka untuk bergabung dalam komunitas. Bapak dosen ini memang mengelola komunitas lokal di Majene bernama Indonesia Code Camp dan Digital Technopreneurship.

Selain itu, pria yang hobi main game ini juga mendorong anak didiknya aktif sebagai member Dicoding. “Bahagia,” katanya, saat salah seorang mahasiswanya  diterima beasiswa Android Google sepertinya.

Ia mengaku bahwa di daerah, tantangan terbesarnya adalah  fasilitas perangkat keras. “Meski demikian, semangat anak-anak untuk belajar sangat besar!” serunya. 

Harapan untuk Anak Didik

Saat ditanya harapan ke depan, matanya menerawang jauh. Sembari tersenyum, ia berucap “Saya maunya sarjana tidak hanya menggenggam ijazah kelulusan. Tapi juga sertifikasi profesional, seperti surat keterangan pendamping ijazah.”

Sugiarto memang sangat paham pentingnya keseimbangan antara teori dan keterampilan praktis. Lulusan IT tak cukup hanya mengandalkan teori semata. Dunia nyata (industri) itu berbeda. Menurutnya mahasiswa perlu memperbanyak latihan praktik layaknya profesional.  

Untuk apa? Tak lain ia ingin agar semua anak didiknya sukses berkarya setinggi-tingginya.   

Salam hormat kami, Pak Sugiarto. 


Belajar Pemrograman Gratis
Belajar pemrograman di Dicoding Academy dan mulai perjalanan Anda sebagai developer profesional.